Romo Venus: Raja Salman Bawa Islam sebagai Agama yang Teduh

Oleh, Very Herdiman

Romo Evensius Dewantoro (Romo Venus) bertemu Raja Salman di Bali.

Ilustrasi: Indonesiasatu.co

Di tengah-tengah situasi politik Indonesia yang kacau akibat pandangan sempit dari sejumlah golongan atas golongan yang lain, kunjungan Raja Salman justru memunculkan pandangan bahwa keberagaman merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk membangun bangsa.

CONDONG ONLINE-Sejumlah warga di kawasan Nusa Dua, Kabupaten Badung, mengaku senang dengan kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis al Saud di Pulau Bali.

Bahkan bagi mereka, kunjungan yang bersifat pribadi itu memiliki makna toleransi yang bisa menjadi bahan renungan untuk masyarakat Indonesia, agar lebih meneguhkan sikap tersebut dalam kehidupan sosial.

Aro Wibisono, seorang pelajar SMA di Bali, misalnya mengaku gembira dengan kunjungan Raja beserta sekitar 1.500 anggota rombongannya itu.

Pria yang berasal dari Dalung Permai, Badung itu mengatakan, kunjungan Raja Salman merupakan sebuah agenda yang cukup mengagetkan karena belum pernah sebelumnya ada salah satu tokoh besar dari negara Islam yang berkunjung ke Bali.

Sementara itu, salah seorang jamaah Masjid Ibnu Batutah di Nusa Dua, Agus Susanto menilai kunjungan Raja Salman menunjukkan sikap toleransi.

Dia mengatakan, seorang penjaga dua kota suci umat Islam, mau menyambangi lokasi yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, merupakan bukti bahwa Islam tidak anti dengan pemeluk agama lain.

“Hal tersebut tentunya mampu menepis anggapan sejumlah pihak bahwa Islam merupakan agama yang keras terhadap pemeluk agama lain,” ujar Agus seperti dikutip Antara.

Agus menambahkan, sikap warga Bali yang menerima kedatangan rombongan dari Arab Saudi itu juga mencerminkan toleransi warga Hindu terhadap kaum dari luar Hindu.

Pandangan serupa juga dikemukakan salah seorang jemaat dari Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Bali. Lilis Dewanto, jemaat gereja yang sudah 20 tahun menetap di Bali mengatakan, kedatangan Raja Salman diharapkan bisa membawa kedamaian dan dampak positif bagi warga lokal.

Dengan sikap toleransi yang dicerminkan Raja Salman, dia pun berharap tokoh besar tersebut mau berkunjung ke kawasan peribadatan di Puja Mandala.

Sebelumnya, saat Raja Salman tiba di Base Ops TNI AU I Gusti Ngurah Rai, sebanyak enam tokoh agama turut menyambut Sang Raja ketika turun dari pesawat.

Bahkan salah seorang di antaranya merupakan Romo dari Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, yang menyambut dan memberikan salam kepada Raja Salman menggunakan Bahasa Arab.

Romo Evensius Dewantoro, romo yang menyambut Raja Salman di Base Ops mengatakan, kedatangan itu menunjukkan sikap Raja yang mau menerima, berhubungan, dan merangkul golongan yang berbeda.

Ia pun menggambarkan bahwa kunjungan Raja Salman telah membawa wajah Islam sebagai agama yang teduh.

Di tengah-tengah situasi politik Indonesia yang kacau akibat pandangan sempit dari sejumlah golongan atas golongan yang lain, kunjungan Raja Salman justru memunculkan pandangan bahwa keberagaman merupakan sesuatu yang bermanfaat untuk membangun bangsa.


Lambang Toleransi Bali

Selain dalam bentuk kunjungan kenegaraan, sikap toleransi di Bali juga terwujud dalam bentuk kompleks peribadatan Puja Mandala di Nusa Dua, Bali.

Puja Mandala, merupakan sebuah lahan seluas tiga hektar, namun dua per tiga dari lahan tersebut diperuntukkan bagi lima tempat ibadat untuk lima agama besar di Indonesia.

Kelima bangunan ibadah tersebut antara lain Masjid Ibnu Batutah, Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa, Vihara Buddha Guna, Gereja Protestan GKPB Jemaat Bukit Doa, dan Pura Jagat Natha.

Kompleks peribadatan yang pembangunannya dimulai pada pertengahan era 90-an tersebut masih ramai digunakan untuk beribadah oleh warga sekitar.

Untuk Masjid Ibnu Batutah, mampu menampung hingga 5.000 jamaah saat sholat Jumat dan jumlahnya bisa lebih banyak saat sholat Idul Fitri.

Sementara Gereja Katolik Maria Bunda Segala Bangsa memiliki jumlah jemaat mencapai 3.100 orang dari 1.173 KK dengan wilayah paroki meliputi Jimbaran, Ungasan, Mumbul, Taman Griya, Penta, dan wilayah sekitar lainnya.

Sikap toleransi yang tercermin di Puja Mandala tercermin ketika dilaksanakan agenda ibadah antar-agama yang berlangsung secara bersamaan.

Lilis mencontohkan, warga yang beribadah dalam waktu berbarengan biasanya akan saling mengalah atau bergantian dalam melaksanakan kegiatan peribadatan mengingat lokasi parkir kendaraan sangat terbatas.

Ia mencontohkan, saat Misa Jumat Agung, maka pelaksanaannya akan menunggu hingga kegiatan shalat Jumat di Masjid Ibnu Batutah selesai.

Saat kegiatan shalat Jumat usai, warga yang menjalankan ibadah tersebut pun bergegas meninggalkan masjid agar jemaat gereja bisa memasang kursi atau perlengkapan lain untuk menjalankan Misa Jumat Agung.

Agus pun menilai bahwa nilai-nilai toleransi yang ada di kawasan Puja Mandala dan sekitarnya terwujud dengan sangat baik.

Baik warga Muslim, Katholik, Hindu, Protestan, dan Budha bisa saling menerima kondisi dan menghargai kegiatan ibadah masing-masing.

Meskipun kerap “berbenturan” dalam hal pelaksanaan kegiatan keagamaan, namun ia mengatakan hal tersebut tidak menjadi masalah karena dalam pelaksanaannya selalu berkoordinasi dengan pengurus tempat peribadatan yang ada di Puja Mandala.

“Oleh sebab itu, tidak salah jika Bali dinobatkan sebagai lokasi keberagaman wisata dan budaya, tetapi juga keberagaman dan toleransi sebagaimana slogan Bhineka Tunggal Ika yang menyatukan keberagaman berbagai latar belakang di Indonesia,” ujarnya.

Sumber: http://indonesiasatu.co

Dunia Islam / Nasional    Dibaca 2.252x


Artikel Lainnya


Beri Komentar

  • TENTANG KAMI

    Majalah condong online seputar berita dan artikel tentang kajian/dunia islam, tips & inspiration, family, event, radio online, dll.

  • CONDONG-ONLINE.COM

  • Pengunjung Website